Jumat, 22 April 2016

Tentang 1965

"Tragedi 1965 adalah masalah kebangsaan"

Itu kalo kata Luhut, Fadli Zon, Kivlan Zein, dan kata mereka-mereka itu lah. Gue nggak ngehafalin itu semua.


Karena itu masalah kebangsaan, maka konsekuensinya ya nggak usah diumbar-umbar ke internasional. Yang penting bangsa Indonesia tetap bersatu. 

Tapi masa sih 1965 itu masalah kebangsaan?

Kalo kita liat film Senyap dan Jagal nya Joshua Oppenheimer, maka kita hanya akan mendapat kesan bahwa ini masalah orang-orang komunis dan lingkarannya yang diperlihatkan sebagai inncocent, dan Pemuda Pancasila yang bengis.


Tapi kalau kita lihat film The New Ruler of The World karya John Pilger dan Shadow Play karya Chris Hilton, kita akan dapat kesan berbeda. Peristiwa 1965 adalah efek dari perang dingin antar dua negara imperialis. Yakni imperialis Amerika Serikat melawan imperialis Uni Soviet pimpinan Nikita Kurchev. Amerika berkepentingan untuk memutus pasokan jual beli senjata di Indonesia yang selama ini dimonopoli Uni Soviet, pula menguasai sumber daya alam Indonesia. Sedangkan Uni Soviet tentu saja ingin agar bisnis senjatanya tetap langgeng di bawah pimpinan Sukarno, dan pula bisa ikut terlibat dalam kontrak proyek pembangunan semesta berencana. Suharto hanyalah gacoan-nya Amerika, begitupun Aidit bagi Uni Soviet. Suharto menggunakan TNI-AD, sebagai alat utamanya dan organisasi massa reaksioner kanan sebagai pendukungnya seperti Pemuda Pancasila, Sekber Golkar, GP Ansor, Himpunan Mahasiswa Islam, Masyumi, dan apapun itu.
Jadi, gue nggak sepakat kalau 1965 adalah masalah kebangsaan. Ini masalah internasional kok.

Wajar aja kalau kasus 1965 dibawa ke International People's Tribunal. Bahkan kalau perlu bawa aja ke Mahkamah Internasional. Dan jangan cuma salahkan Suharto, tapi juga CIA. Bagaimanapun CIA lah yang mengatur siasat 1965, pula memprovokasi dan mendanainya. Sudah banyak pula korbannya, bukan hanya rakyat Indonesia. Chili, Panama, Ekuador, Venezuela,
Iran, Afghanistan, adalah beberapa contoh negeri yang pernah diintervensi CIA dan mengalami hal yang mirip seperti Indonesia : rakyatnya diadu domba lewat boneka dalam negeri.

Yah, meskipun gue sendiri juga nggak yakin kalau dibawa ke Mahkamah Internasional ini akan berhasil. Soalnya CIA kan kuat. Karena nggak yakin, jadi gue rasa itu nggak penting. Kalo mau taktis sih pemerintah tinggal minta maaf aja ke korban 1965, merehabilitasi hidup mereka, dan meluruskan opini publik tentang sejarah, dan supaya nggak disalah-salahin rakyat, ya limpahin aja kesalahan kepada perang dingin USA vs USSR.


Lagian YPKP dan Sekber 65 (sebagai organisasi yang terus-terusan intens ngurusin masalah ini) tuh gimanaaaa gitu. Nggak greget. Kayak jalan sendiri-sendiri. Yaaa meskipun gue tau sebabnya sih. Tapi gue nggak akan umbar lah.


Tapi yang paling gue sebelin ya Taufiq Ismail.


Dia tuh emang biang rusuh forum. Kalo ngomong suka nggak disaring. Gue nggak ngerti apa motif dia suka manas-manasin forum dengan ngomong kata-kata vulgar kayak, ah, ya gitu deh. Tonton aja videonya di youtube pas lagi di ILC. Gue sih pernah baca sepintas bukunya yang berjudul Prahara Budaya. Dia emang nggak suka sama orang-orang PKI dan underbouwnya gitu sejak mahasiswa. Dia sendiri orang HMI. Apa itu emang sikap organisasional ataukah individu, pun gue nggak tahu.



Dia ini suka bawa-bawa 1948. Itu lho peristiwa Madiun yang katanya sih PKI Musso melakukan pemberontakan. Jadi menurut Taufiq Ismail, peristiwa 1965 adalah sebuah gerakan massa melawan PKI. Itu karena PKI melakukan kekejaman pas 1948. Jadi pas 1965 itu, kalo ada korban dari PKI maupun afiliasinya yang jumlahnya ribuan itu, ya itu menurut Taufiq Ismil adalah wajar. Gile ya bengis bener pikirannya Taufiq Ismail.

Kalo dari yang gue baca sih, 1948 itu sebenernya kerjaannya Hatta yang ngejalanin operasi Red Drive Proposal atas arahan dari Amerika. Lagi-lagi Amerika.


Udah pada tahu semua kan ya pas 1948 ada apa. Dan emang serba simpang siur. Kata beberapa orang sih, PKI melakukan pembunuhan terhadap kyai-kyai di sana. Tapi ada yang bilang itu bukan PKI pelakunya, melainkan provokasi atas dasar operasi Red Drive Proposal itu. Jadi gatau siapa yang bunuh, tapi yang dituduh PKI gitu. Trus PKI dibilang melakukan pemberontakan. Nah, waktu itu kan ibukota Indonesia ada di Jogja. Kalo itu pemberontakan, ya logikanya sih PKI Musso nyerang Jogja dong. Tapi ini nggak. PKI Musso nggak kemana-mana. Cuma di Madiun aja.

Oke lah andai emang bener kalo PKI Musso itu memberontak. Terserah deh. Tapi toh Musso udah ditembak mati. Orang-orang PKI Madiun udah pada dieksekusi. Jadi, kalopun mereka penjahat, ya mereka udah dapet hukuman.

Tapi sebenernya Musso memberontak bukan tanpa alasan. Ini karena pemerintahan kabinet Hatta-Syahrir yang malah bikin Indonesia jadi negara boneka hindia belanda. Waktu itu Hatta-Syahrir malah sepakat
sama perundingan Linggarjati. Yakali Indonesia jadi RIS dimana yang diakui cuma Jawa dan Madura doang. Udah gitu statusnya jadi negara persemakmuran Belanda dengan ratu belanda sebagai kepala negaranya.

Jadi sekarang ngapain juga lah dengerin omongan Taufiq Ismail didenger. Sesat gitu pikirannya.


Sekarang yang jadi PR bersama generasi muda adalah belajar dari yang udah-udah. Kelakuan orang-orang tua generasi 45, 48, 65, dsb itu emang aneh-aneh. Sesama rakyat pekerja ya kita saling rukun aja. Ngikut ideologi ini itu, isme ini isme itu toh tetep nggak mengubah keadaan secara signifikan. Tani miskin ya tetap tani miskin, buruh migran ya buruh migran, buruh pabrik ya buruh pabrik, serabutan ya tetap serabutan. Entah itu dari suku, etnis, agama, atau bangsa manapun, yang namanya rakyat pekerja tau sendiri lah apa dan siapa yang bikin mereka selalu kerja keras tapi tekanan kebutuhan hidup nggak berhenti-berhenti. Kita semua tahu siapa 1% yang mengeksploitasi tenaga kita dan mengekang kebebasan kita.

Jangan ngikutin jejaknya Musso dan Aidit yang sembrono. Apalagi Tan Malaka. Pula selametin temen-temen kita yang sama-sama anak muda biar nggak neko-neko ikut jadi tentara ataupun polisi. Daripada mereka disuruh ama komandannya untuk ngerepresi rakyat sendiri. Apalagi kalo dikirim ke wilayah konflik dan mati sia-sia. Mati cuma demi kapital. Nggak bakal masuk surga orang yang mati demi kapital.

3 komentar:

  1. Jiahaha, suka aja sama diksi disetiap tulisan yg model beginian

    BalasHapus
  2. Jiahaha, suka aja sama diksi disetiap tulisan yg model beginian

    BalasHapus

Anda Pengunjung ke