Jalan.
Ia dinamai oleh pembesar, dengan nama orang-orang besar.
Ia dihantui, dan katanya memakan korban.
Ia bernilai, seukur dengan uang, keringat, darah, dan nyawa.
Ia dijadikan tempat tinggal bagi yang tak bertinggal.
Mulai dari sarana perpindahan dagangan, hingga sarana pertunjukkan balapan.
Mulai dari arena tawuran pelajar, hingga bentrokan massa aksi dengan aparat berseragam.
Kini, jalan tak hanya apa, tapi siapa
Bukan kita padanya, tapi kebalikannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar