Kamis, 12 Mei 2016

4

Tiada yang lebih mengejutkan ketimbang orang yang sedang dahaga, lalu hadir air di depannya. Tapi aku salah, ternyata ada. Yaitu malaikat yang membawakannya.

Aku tersesat.
Lalu ditemukan.

Lalu kuberanikan diri berbicara dengannya. Dan itulah pertama kali kita bertatap mata.

Suatu ketika, aku bertemu lagi. Aku bertandang ke markasnya. Aku bohongi setiap orang, hanya untuk bertemu dengannya.

Lalu di lain kesempatan, kulihat dia berdiri menatap pertunjukkan. Dia membalas tatapanku. Tak hanya membalas tatapan, dia juga tersenyum dan melambaikan tangannya.

Dan setelah kusabotase orang-orang di sekelilingnya, akhirnya tinggal kita berdua yang bicara. Apapun. Tentang apa saja. Sejenak terdiam. Dan berkata melanjutkan. Sang waktu tak lagi berlari. Betapa menit yang paling berharga.

Mungkinkah kita berjumpa lagi?


Jalan

Jalan.
Ia dinamai oleh pembesar, dengan nama orang-orang besar.
Ia dihantui, dan katanya memakan korban.
Ia bernilai, seukur dengan uang, keringat, darah, dan nyawa.
Ia dijadikan tempat tinggal bagi yang tak bertinggal.
Mulai dari sarana perpindahan dagangan, hingga sarana pertunjukkan balapan.
Mulai dari arena tawuran pelajar, hingga bentrokan massa aksi dengan aparat berseragam.
Kini, jalan tak hanya apa, tapi siapa
Bukan kita padanya, tapi kebalikannya 

Senin, 02 Mei 2016

UKT dan Penipuan Berkedok Rumus




Oleh : Panji Mulkillah Ahmad[1]
Pengantar
Kalau kamu sedang bermaksud untuk membongkar kebobrokan Uang Kuliah Tunggal (UKT), maka kamu sedang membaca tulisan yang tepat. Tulisan ini ditujukan untuk seluruh pegiat anti komersialisasi pendidikan, seluruh mahasiswa di Indonesia, dan terkhusus mahasiswa Unsoed. Bagi yang sedang terburu-buru, disarankan untuk membaca tulisan ini di lain waktu. Semisal di waktu setelah jam makan malam, atau ketika sedang galau karena chat buat gebetan nggak dibales-bales.[2] Karena tulisan ini saya buat di blog pribadi, maka jangan salahkan saya kalau pembahasan dan penyampaiannya sesuka hati saya. Kalau mulai pusing dengan pembahasannya, silakan hubungi gerakan anti komersialisasi pendidikan terdekat di kota-kota anda.
Tulisan ini merupakan tanggapan atas tulisan Faizal Azhari berjudul Mencari Entitas UKT dan tulisan Adhiatma Ryanto berjudul Ada Apa dengan UKT 2016?. Pada intinya, Faiz membahas tentang ketidakjelasan apa itu biaya operasional. Sedangkan Ryan membahas tentang bagaimana kebobrokan birokrasi kampus dan tiadanya transparansi BKT dan BOPTN. Saya bermaksud menunjukkan kepada anda bahwa sistem UKT yang terlihat ilmiah dengan rumusnya itu, sebenarnya mengandung penipuan yang tidak kasat mata.
Apa itu penipuan? Penipuan, kalau bahasa hukum pidananya adalah bedrog alias perbuatan curang. Ini diatur di Pasal 378 KUHP, bunyinya :

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu muslihat; ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Dengan mengutip “penipuan” menurut KUHP, bukan berarti dalam tulisan ini saya hendak menyangkutpautkan UKT dengan tindak pidana. Saya hanya hendak menunjukkan apa itu penipuan, untuk membedakan perbuatan lain yang bukan penipuan. Pada “penipuan” selalu ada “tipu muslihat” atau “rangkaian kebohongan”, yang tujuannya agar orang lain menyerahkan sesuatu padanya. Semisal, ini semisal loh ya, ada suatu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang bilang ke mahasiswanya bahwa UKT yang dia bayarkan adalah demi pembangunan gedung baru. Padahal ternyata pembangunan gedung baru sumber pendanaannya bukan dari UKT, melainkan dari APBN melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Lantas untuk apa UKT yang dibayarkan mahasiswa? Entah lah. Tapi yang jelas jika itu untuk gedung baru, itu adalah pernyataan yang bohong adanya. Semata-mata agar mahasiswa mau menyerahkan uangnya membayar UKT. Inilah “tipu muslihat” dan rangkaian “kebohongan”, agar orang lain menyerahkan sesuatu padanya. Inilah contoh dari penipuan dalam artinya yang sederhana. Agak familiar? Merasa Deja Vu ? Saya juga.

Anda Pengunjung ke