Minggu, 17 September 2017

Bekerjanya Hukum dan Perubahan Sosial

Bekerjanya hukum menurut Lawrence M. Friedman dapat dilihat dari 3 hal :

1. Legal Substance, yaitu substansi hukum, berupa peraturan perundang-undangan.
2. Legal Structure, berupa aparat yang menegakkan legal substance
3. Legal Culture, yaitu masyarakat yang mematuhi legal substance yang ditegakkan oleh legal structure

Jika salah satu dari tiga aspek tidak berjalan, maka hukum tidak bekerja. Sejarah mengkonfirmasi teori ini secara positif. Di jalan raya, wajib hukumnya pengendara motor roda dua menggunakan helm. Tapi jika kamu sudah tau jadwal razia yang kosong, kamu bisa saja tidak mengenakan helm. Polisi sedang tidak ada, kamu melaju bebas tanpa helm. Legal structurenya tidak berjalan. Hukum tidak bekerja.

Dulu ada yang namanya UU Badan Hukum Pendidikan (BHP), yang melegitimasi adanya Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PTBHMN). Kampus bisa otonom mencari uang sendiri, yang tidak perlu disetor ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Legal structure sudah pada siap dari jajaran Menteri, Dikti, hingga kampus. Lalu ada warga negara yang menggugat peraturan tentang hal tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Warga menang. UU BHP dicabut. Legal substance hilang. Hukum tidak bekerja.

Ada pasal tentang judi di KUHP. Tapi pasal tersebut tidak bekerja di masyarakat yang memang sudah turun temurun main judi, dan dianggap sebagai ritual tradisi. Pasalnya ada, polisinya ada, tapi masyarakat tidak mematuhi keduanya. Legal culture tidak berjalan. Hukum tidak bekerja.

Banyak anak muda zaman sekarang alias kids zaman now ingin mengubah masyarakat Indonesia, dengan cara masuk ke pemerintahan, untuk memperbaiki sistem. Mereka ingin memperbaiki legal substance dan legal structure suatu negara. Menurut saya ini hal yang baik, tapi sayangnya lebih banyak nirfaedahnya karena tidak efektif dan tidak efisien.

Diantara ketiga faktor bekerjanya hukum tadi, yang manakah yang paling menentukan? Mari kita uji.

Pertama pada kasus legal structure yang tidak berjalan pada kasus di pengendara motor di jalan raya. Tidak semua warga negara tidak taat pada hukum. Malah kebanyakan kalau urusan di jalan raya, kebanyakan pada taat hukum dalam hal mengenakan helm. Walaupun legal structurenya tidak ada, masyarakat pasti masih ada yang patuh. Bahkan tidak jarang masyarakat masih mengingatkan satu sama lain untuk mematuhi peraturan, meski sedang tidak ada aparat yang bekerja. Artinya hukum masih bekerja, hanya saja tidak optimal.

Kedua pada kasus UU BHP. Memang ketika UU tidak ada, aparat tidak bisa bekerja. Tapi kemudian sejarah membuktikan pasca UU BHP dicabut, lahirlah UU Pendidikan Tinggi (Dikti) yang memiliki semangat yang sama dengan UU BHP yakni liberalisasi pendidikan. Malahan UU Dikti bisa dibilang telah sukses menambal kecacatan-kecacatan di UU BHP. Di bawah kondisi negara yang dapat akrobat hukum seenaknya karena pemerintahannya dikuasai oleh kelompok-kelompok politik yang elit, legal substance bisa dibikin berkali-kali. Kasus serupa juga terjadi di konflik agraria di Kendeng.

Ketiga pada kasus judi. Meski ada peraturan dan ada aparat penegak hukum, kalau masyarakat tidak patuh pada keduanya maka hukum tidak bekerja. Bahkan secara tidak langsung, masyarakat telah membentuk hukumnya sendiri. Ternyata faktor ketiga ini yang paling menentukan.

Cicero pernah berkata, "Ubi societas ibi ius," yang artinya dimana ada masyarakat di situ ada hukum. Masyarakat telah ada mendahului hukum dan aparat penegaknya. Masyarakatlah yang membentuk keduanya.


Hari ini kita sudah sama-sama sudah menyaksikan berbagai aturan yang tumpang tindih dan sering bongkar pasang akrobat hukum mengikuti pemodal dan penguasa. Para pembuat kebijakan dan penegak hukum yang bertindak sewenang-wenang demi kenaikan karir dan meraup celah-celah kebocoran anggaran negara yang kemudian dikorupsi. Tanda-tanda krisis bekerjanya hukum sudah dekat. Tidak ada yang bisa ditambal sulam lagi. Hanya jika masyarakat sudah tidak lagi mematuhi hukum beserta penegak hukumnya, maka kemudian akan lahir masyarakat yang baru yang meniadakan hukum dan pemerintahan yang lama. Sistem yang lama berganti dengan sistem yang baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda Pengunjung ke