Kamis, 27 Juli 2017

Tanya Jawab tentang Penolakan Proyek PLTP di Gunung Slamet

TANYA JAWAB TENTANG PENOLAKAN PROYEK PLTP DI GUNUNG SLAMET[1]

Q : Apa sih yang terjadi dengan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Gunung Slamet?

A: Sebelumnya, kamu harus mengerti terlebih dahulu apa itu Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB). Nah, PLTPB adalah pembangkit listrik yang menggunakan panas bumi sebagai sumber energinya. Cara kerjanya persis seperti ketika seorang sedang merebus air dengan ceret di atas kompor. Bisa diibaratkan api kompornya sebagai magma di bawah tanah. Ceret bagian bawah yang terkena api sebagai lapisan bumi yang menghambat magma keluar. Wadah airnya adalah pipa yang di masukan kedalam bumi sampai ke titik dapur magma dan akan merebus air sampai mendidih dan menguap. Uap yang dihasilkan nanti akan disalurkan ke turbin pembangkit listrik serta memutarnya dan akhirnya menghasilkan listrik.

Perusahaan yang sedang beroperasi membangun PLTP di Gunung Slamet bernama PT Sejahtera Alam Energy (PT. SAE). Adapun PT SAE dimiliki oleh 2 perusahaan. Yang pertama adalah perusahaan asing STEAG PE GmbH asal Jerman dengan saham mayoritas
75%. Sedangkan 25% sisanya dimiliki oleh PT. Trinergy asal Indonesia. Rencana biaya yang dikeluarkan untuk Pengusahaan Tenaga Panas Bumi sebesar 70 juta US Dollar[2]. Proyek ini pun tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Rencananya akan digunakan tenaga kerja dari dalam negeri untuk proses pengusahaan tenaga panas bumi sebanyak 450 orang, dan untuk proses pembangkitan tenaga listrik sejumlah 225 orang. Semua ini diperlukan untuk menghasilkan listrik dengan target 220 Mega Watt.

PT. SAE memegang Izin Usaha Pertambangan berdasarkan SK Gubernur Jateng Nomor 541.1/27/2011, yang kemudian disesuaikan menjadi Izin Panas Bumi berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 4577k/30/MEM/2015. Mengacu pada izin tersebut, PT SAE memegang Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) yang mencakup area seluas 24.660 Hektar, di Kab. Banyumas, Kab. Purbalingga, Kab. Tegal, Kab. Brebes, dan Kab. Pemalang.

Area prospek WKP sebagian besar terletak di Kawasan Hutan Lindung dengan rincian Hutan Lindung seluas 14.270 Ha dan Hutan Produksi Terbatas sebesar 5.437 Ha serta sisanya kawasan non-hutan. Dari total Wilayah Kerja sebanyak 24.660 Ha itu, rencana landasan sumur pengeboran (wellpad) berjumlah 21 buah. Luasan dari satu wellpad ialah 3,5 hektar.

Setiap satu wellpad, terdiri dari 3 sampai 8 sumur. Artinya, estimasi maksimum titik pengeboran ialah berjumlah 168 buah. Adapun kedalaman yang akan dibor dapat mencapai 3000 meter di bawah permukaan bumi.

Saat ini, PT SAE sedang memasuki tahap eksplorasi. Tahap ini terdiri dari beberapa kegiatan, antara lain pembangunan landasan sumur, pembangunan jalan untuk akses ke landasan sumur, pembukaan lahan untuk pemasangan pipa, area dispossal, embung, dan bangunan sementara. Berdasarkan UKL-UPL yang dimiliki PT SAE, pada tahap eksplorasi ini dibutuhkan lahan seluas 675,7 hektar, yang diperoleh dari pembabatan hutan lindung. Pembabatan hutan saat ini telah mencapai area Rawa Taman Dringo dan Bukit Rata Amba.

Q : Bukankah PLTPB ramah lingkungan?

A : Iya, jika dibanding PLTU yang dari batu bara. Tapi PLTPB menjadi tidak ramah lingkungan ketika dibangun di hutan lindung di Gunung Slamet. Akan ada 675,7 hektar hutan yang mengalami deforestasi. Serapan air akan berkurang karena hutan lindung yang berperan untuk menyerap air hutan juga berkurang. Maka desa-desa yang bergantung pada air tanah maupun air sungai juga akan terganggu. Ekosistem flora dan fauna terganggu keseimbangannya. Bahkan semenjak eksplorasi berlangsung akhir-akhir ini saja, hewan-hewan dari gunung makin sering bermunculan di desa-desa pinggir hutan. Menyebabkan rusaknya lahan pertanian warga.[3] Sepanjang November 2016 sampai Maret 2017 telah terjadi pencemaran air sungai di Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas.[4] Hulu Sungai Krukut berubah warnanya menjadi merah kecoklatan. Padahal sungai tersebut selama ini menjadi sumber air bagi Desa Sambirata, Karang Tengah, Gunung Lurah, Panembangan, dan Kalisari. Kegiatan ekonomi produksi di desa tersebut terhambat. Bahkan ada yang berhenti total karena memang mayoritas di desa tersebut kegiatan ekonominya bergantung pada sumber air bersih.

Masyarakat di desa tersebut kebanyakan berkegiatan di sektor pertanian, perikanan, peternakan, produksi tahu rumahan (di Desa Kalisari terdapat 283 pengerajin tahu – Sentra produksi tahu terbesar di Banyumas) dan wisata alam seperti curug (air terjun).
Pemenuhan kebutuhan air bersih untuk rumah tangga pun juga terganggu. Air sungai yang biasa digunakan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut terlalu kotor untuk diminum, mandi, memasak, ataupun mencuci. Untuk menyiasati cobaan ini, masyarakat akhirnya membeli air bersih kurang lebih 5 sampai 10 dirijen per rumah per hari. Baru setelah keluhan rutin diajukan sepanjang Januari-Februari, pihak perusahaan membuka posko pengaduan dan bersama Pemerintah Kabupaten Banyumas memberi bantuan air bersih. Itu pun bantuannya tidak rutin.

Pencemaran ini disebabkan oleh pembukaan hutan dan pembangunan jalan dari kawasan agrowisata Kaligua, Kab. Brebes sampai ke area Taman Dringo (sebuah rawa di hutan lindung Gunung Slamet). Jalan tersebut dibangun untuk memudahkan mobilisasi transportasi dan peralatan yang diperlukan untuk eksplorasi panas bumi. Limbah pembukaan jalan tersebut tidak dikelola dengan tepat, sehingga ketika hujan berlangsung (waktu itu sedang musim hujan) limbah materialnya masuk ke hulu sungai Prukut.

Pada 29 Juli 2017, hujan deras kembali mengguyur lereng selatan Slamet dan membuat material tanah di lokasi proyek kembali jatuh ke sungai Prukut. Air kembali keruh dan berlumpur selama beberapa hari.

Setelah eksplorasi, tahapan selajutnya adalah eksploitasi. Mulai dilakukan pengeboran dan produksi listrik. Di beberapa tempat seperti Kertasari (Jawa Barat)[5] ataupun Basel (Swiss)[6], pengeboran menyebabkan gempa minor sebesar 3,4 sampai 5 skala richter yang membuat tanah longsor dan bangunan retak-retak. Limbah PLTPB juga dapat mengkontaminasi lingkungan. Adapun kandungan beracun yang terdapat pada limbah tersebut antara lain Arsenik, Antimon, dan Boron. Contoh pencemaran akibat limbah beracun ini terjadi di Balcova (Turki)[7] dan Mataloko (Nusa Tenggara Timur).[8]

Di Mataloko, limbah beracun ini menyebakan sebanyak 545 warga menderita infeksi saluran pernafasan akut, infeksi kulit 185 warga, dan 33 warga sesak napas berasal dari kelurahan Mataloko dan Todabelu yang tak jauh dari lokasi semburan.[9] Pertanian perkebunan perlahan mati, gagal panen, rusak, keropos bahkan jenis kayu-kayuan tanaman umur panjang seperti kayu albasia, mahoni, pohon alpokat, pohon enau juga keropos dan mati. Sebelum adanya semburan gas lumpur panas panen buah alpukat dan tanaman kopi cukup besar, tetapi sejak adanya radiasi gas lumpur panas, walau tiba musim hujan banyak tanaman tersebut mati dan kering, buah alpukat juga semakin mengecil dan setelah dibelah di dalamnya tidak berisi, rusak bahkan membusuk. Begitu juga tanaman jagung, kacang-kacangan, sayur mayur. Awalnya kelihatan segar tetapi mendekat musim berbuah justru mengering dan mati.[10]

Q : Kalian yang menolak PLTPB itu anti pembangunan ya? Gimana negara ini mau maju?

A : Kami tidak anti pembangunan. Tapi kami anti pembangunan yang melanggar prinsip-prinsip ekologi. PLTPB itu bagus. Tapi jika PLTPB dibangun di hutan lindung Gunung Slamet, itu yang tidak tepat. Perumpamaannya, memasak rendang menggunakan kompor gas bukanlah kekeliruan, tapi menjadi keliru ketika memasaknya di atas kasur di dalam kamar.

Q : Indonesia kan masih kurang listrik. Jadi pembangunan pembangkit listrik ya harus didukung dong.

A : Indonesia justru mengalami surplus listrik. Jawa Tengah surplus listrik 750 megawatt[11], Jawa Timur surplus listrik 2600 megawatt[12], Nusa Tenggara Timur surplus listrik 90 megawatt[13], Papua surplus listrik 59 megawatt[14], Sulawesi surplus 70,9 megawatt[15], Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan surplus listrik 100 megawatt.[16]
Berdasarkan Peta Zona Pergerakan Tanah Kab. Banyumas, hampir semua lereng Slamet bagian Selatan berada pada ZONA MERAH. Itu artinya, pada area ini mempunyai potensi tinggi terhadap bencana longsor. Jadi, saat Pembangunan PLTP ini terus dilanjutkan, bukan cuma soal kerusakan lingkungan saja yang akan terjadi, tetapi keselamatan masyarakat di
Sekitar Lereng akan sangat terancam. Orang yang tewas tertimpa longsor tidak bisa menikmati surplus listrik.

Q : Pasti ada dampak positif dong dengan adanya PLTPB di Gunung Slamet?

A : Ada, yaitu tumbuhnya ekonomi Jerman. Karena 75% investor dari PT. Sejahtera Alam Energy berasal dari perusahaan Jerman yaitu STEAG Gmbh Energy.

Q : Sisi positif yang didapat Indonesia? Minimal ada lapangan kerja baru dong?

A : Ya. Ketika ini berhasil dibangun, Tenaga Kerja asal Indonesia yang digunakan untuk proses pengusahaan tenaga panas bumi sebanyak 450 orang dan untuk proses pembangkitan tenaga listrik sejumlah 225 orang.[17] Sedangkan 15 desa pinggiran hutan di Lereng Selatan Gunung Slamet akan mengalami krisis ekologi yang menyebabkan terancamnya produktifitas pertanian, perikanan, dan perkebunan petani. Ada serapan lapangan kerja baru yang mengorbankan lapangan kerja yang sudah ada dalam jumlah besar.

Q : Dari sisi hukum kan memang PLTPB boleh dibangun meski di atas hutan lindung. Ini kan sudah legal? Kenapa mesti dipermasalahkan?

A : Segala yang legal belum tentu benar. Berkuasa menjadi Presiden selama 32 tahun pernah legal di Indonesia pada masa Orde Baru (1966-1998), tapi apakah itu hal yang benar?

Perbudakan pernah legal pada masa penjajahan Belanda, tapi apakah itu hal yang benar? Begitu pula dengan proyek bisnis yang mengatasnamakan pembangunan nasional, sekalipun itu legal, bukan berarti itu hal yang benar. Dan jika itu bukan hal yang benar, berarti itu bermasalah.


Q : Anda ini sok heroik sekali. Gunung Slamet itu milik negara. Biarlah negara yang mengatur mau diperuntukkan seperti apa, bahkan jika itu diusahakan ke korporasi asing untuk pengeboran panas bumi.

A : Salah. Jauh sebelum negara ini lahir pada 1945, masyarakat lereng hutanlah yang menjaga Gunung Slamet tetap lestari. Banyak peradaban, kebudayaan kuno, mitos-mitos masyarakat yang lahir dan hidup di Gunung Slamet. Negara tidak punya kewenangan semutlak itu mempersilahkan korporasi mengeruk Gunung Slamet.

Q : Tapi ini sudah dilegitimasi oleh hukum! Oleh negara! Apa anda bermaksud melawan negara?

A : Izinkan kami mengutip Pasal 18 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan :
(1) Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai, dan atau pulau guna
optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat.
(2) Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan
atau pulau dengan sebaran yang proporsional.
Bagaimana dengan kondisi hutan di Pulau Jawa? Pada tahun 2006 luas hutan di Pulau Jawa yang tersisa hanya sekitar 11% dari total luas Pulau Jawa 13 juta hektar.[18] Jadi, siapa yang sebenarnya melawan hukum? Kami tidak bermaksud melawan hukum, apalagi negara. Kami hanya ingin menyelamatkan sedikit hutan yang tersisa. Kami hanya ingin menyelamatkan Gunung Slamet #SelamatkanSlamet #SaveSlamet.



[1] Dimuat di website Soeara Massa, berbagai official account LINE, dan disebar dalam bentuk hardcopy di desa-desa
[2] Sepenuturan Bambang Purdiantoro (Dirjen EBTKE Kementerian ESDM) pada Seminar Panas Bumi 24 Juli 2017 di Auditorium Fakultas Pertanian
[3] http://www.soearamassa.com/2017/05/pembangunan-pembangkit-listrik-tenaga.html
[4] Masalah pencemaran air ini lebih detil dikisahkan dalam film dokumenter Banyu Buthek,
https://www.youtube.com/watch?v=h2oRKerJNMI
[5] https://www.youtube.com/watch?v=njdsdTVSxH0
[6] Bosman Batubara, Dampak Negatif Energi Geothermal Terhadap Lingkungan, Front Nahdliyyin Untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam, Yogyakarta, 2014, halaman 3.
[7] Ibid., halaman 5.
[8] http://www.floreskita.com/pltpb-mataloko-resahkan-warga/
[9] http://nasional.news.viva.co.id/news/read/25156-1060-warga-di-lokasi-lumpur-sakit
[10] http://www.zonalinenews.com/2016/03/tanaman-pertanian-mati-warga-cemas-gas-lumpur-mataloko-beracun/
[11] http://industri.bisnis.com/read/20160811/44/574040/surplus-listrik-750-mw-pln-jateng-siap-tampung-industri megawatt
[12] https://finance.detik.com/energi/3173736/jatim-surplus-listrik-hingga-2000-mw
[13] http://ekonomi.inilah.com/read/detail/2382011/pulau-timor-surplus-listrik-silahkan-investasi
[14] http://www.jitunews.com/read/60576/surplus-listrik-di-papua-pln-buka-peluang-investasi
[15] http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20161127162745-85-175647/optimalkan-pltg-sulut-dan-gorontalosurplus-
listrik-709-mw/
[16] https://bisnis.tempo.co/read/news/2017/05/11/090874340/pln-listrik-barito-surplus-100-mw
[17] UKL-UPL PLTPB Baturraden
[18] http://www.antaranews.com/berita/26789/luas-hutan-di-pulau-jawa-tinggal-11-persen

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda Pengunjung ke