Oleh : Panji
Mulkillah Ahmad[1]
Pengantar
Di kampus, kita akan
menemui banyak organisasi. Mulai dari lembaga pemerintahan mahasiswa, UKM,
ormas, maupun komunitas. Kegemaran berorganisasi di kampus merupakan wujud
nyata dari kebenaran teori Aristoteles, bahwa manusia adalah zoon politicon[2],
manusia adalah binatang yang berpolitik. Ya, berpolitik, sebagaimana kita
ketahui bahwa politik adalah cara mencapai tujuan masyarakat. Keberagaman dan
adanya kesamaan politik atau kepentingan inilah yang menyebabkan manusia
berorganisasi, termasuk mahasiswa. Melalui berorganisasilah, mahasiswa dapat
mencapai tujuannya, menuangkan ide-idenya, memperuncing nalar kritisnya,
memperoleh jaringan atau akses, dan memperjuangkan aspirasinya.
Banyak yang bilang, kampus
adalah miniatur negara. Seperti dalam kehidupan bernegara, di kampus, kita bisa
berperan sebagai rakyat jelata, maupun berperan sebagai anggota pemerintahan
mahasiswa. Seperti dalam kehidupan bernegara pula, kita memilih pemimipin melalui
pemilihan umum, memutuskan kebijakan melalui lembaga dan sidang-sidang. Seperti
dalam kehidupan bernegara pula, kita bisa mengajukan protes terhadap suatu
penyimpangan atau kebijakan yang tidak sesuai. Nah, di Fakultas Hukum alias
Kampus Merah kita ini, miniatur negara tempat kita nanti bermasyarakat bernama
Keluarga Besar Mahasiswa Fakultas Hukum Unsoed (KBMFH).
Melalui miniatur negara
bernama KBMFH inilah, masa depan generasi negeri ini akan tercermin. Jika
kampus itu sendiri ialah miniatur negara, maka mahasiswanya ialah bibit-bibit
pemimpin. Buktinya, adalah sebuah kenyataan bahwa pemimpin negara kita sedari
dahulu, pastilah pada masa mudanya aktif dalam organisasi. Dari kampus lah,
nilai-nilai kritis, perspektif dan teori yang maju, dan kebudayaan yang
progresif akan ditanam dan dirawat. Ibarat tanaman, selama 4 sampai 5 tahun di
kampus inilah kita menanam dan merawat, sampai nanti ketika kita lulus kita
akan memetik buahnya.
Sejarah
KBMFH
Atmosfer tergulingnya rezim orde baru Soeharto pada 1998,
terbawa sampai ke kampus kita. Kondisi mahasiswa pada waktu itu yang
terkungkung oleh rezim yang fasis, kemudian berbalik 180 derajat. Tadinya di
kalangan ialah hal yang tabu, membicarakan politik, negara, penyelewengan hukum
yang dilakukan pejabat. Lalu reformasi membawa angin segar berupa kebebasan
berpikir, berpendapat, dan berorganisasi. Perjuangan kawan-kawan mahasiswa
dalam menggulingkan Soeharto mulai dari yang diibukota sampai yang ada di
daerah, termasuk di Purwokerto[3], berhasil mencetak
sejarah.
Mahasiswa
menjadi makin aktif dalam berpartisipasi dalam organisasi di kampus. Pada waktu
itu ada dua lembaga pemerintahan mahasiswa di FH. Yang pertama ialah Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan yang kedua ialah Dewan Mahasiswa (DEMA). BEM
bertindak sebagai pelaksana atau eksekutif, sedangkan DEMA bertindak sebagai
perumus peraturan atau legislatif, yang juga sekaligus bertugas mengawasi
jalannya BEM.
Terbentuknya DEMA dan BEM
ini ternyata malah justru menimbulkan permasalahan baru. Konflik antara DEMA dengan
BEM, seringkali terjadi. DEMA sebagai lembaga perwakilan sering di tuding
provokatif, over acting dan terlalu mencampuri urusan BEM dalam menjalankan
roda pemerintahan mahasiswa. Sementara BEM seringkali dituding sebagai
kepanjangan tangan birokrat kampus (dekanat dan rektorat)[4].
Permasalahan kemahasiswaan
dan kelembagaan tersebut terjadi, karena belum ada aturan baku dan tertulis
bagaimana seharusnya aturan main dalam sebuah entitas yang bernama mahasiswa.
Karena bagaimanapun dalam sebuah kampus yang heterogen dan kemudian tercipta
banyak lembaga (UKM, angkatan dsb) pastilah dibutuhkan sebuah aturan dasar,
aturan main yang jelas, mengatur mengenai kelembagaan mahasiswa. Pemikiran
inilah yang diambil dan disepakati untuk direalisasikan bahwa Mahasiswa FH
Unsoed perlu sebuah aturan dasar, aturan main yang jelas dalam kelembagaan
mahasiswa[5].
Hingga akhirnya terjadi
Sidang Akbar Mahasiswa FH Unsoed tanggal 10 November 2001 (dilaksanakan di
lapangan tengah kampus, kuliah diliburkan dan diikuti oleh sebagian besar
Mahasiswa FH Unsoed) direkomendasikanlah agar segera dibentuk Konstitusi
Mahasiswa FH Unsoed sebagai dasar aturan kelembagaan mahasiswa FH Unsoed.
Atas amanat Sidang Akbar
10 November 2001, dibentuklah Presidium Transisi Mahasiswa untuk menggantikan
sementara BEM dan DEMA yang telah lama vakum. Presidium Transisi Mahasiswa
kemudian menyelenggarakan sidang demi sidang yang diikuti oleh berbagai elemen
mahasiswa FH Unsoed. Hingga pada akhirnya disepakati bahwa hanya ada satu lembaga
kemahasiswaan sebagai alat perjuangan mahasiswa FH Unsoed dan disepakati bahwa
nama lembaga kemahasiswaan tersebut adalah BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) yang
kemudian aturan-aturan dasarnya harus diatur dalam Konstitusi Keluarga Besar Mahasiswa FH Unsoed. Lembaga
inilah yang oleh mahasiswa dijadikan alat untuk memahami kebutuhan mahasiswa,
memperjuangkan kebutuhan mahasiswa, dan mengorganisasikan mahasiswa. Lembaga
inilah yang menjaga mahasiswa di FH supaya tetap solid sehingga bisa memiliki barganing position terhadap birokrat
kampus, supaya bisa dilibatkan dalam pengambilan kebijakan yang berkenaan
dengan mahasiswa. Adapun Konstitusi KBMFH itu sendiri, disahkan pada 8 Maret
2003[6].
Model Pemerintahan di KBMFH
KBMFH terdiri dari
beberapa elemen seperti BEM, UKM, Angkatan, dan mahasiswa yang tidak mewakili
UKM dan tidak mewakili angkatan. Sistem demokrasi yang diterapkan dalam KBMFH
ialah demokrasi langsung, yang dilaksanakan berdasarkan konstitusi dan sidang-sidang.
Artinya, di KBMFH tidak ada lembaga perwakilan, karena mahasiswa itu sendiri
bisa langsung mengajukan aspirasinya dengan menghadiri sidang-sidang. Sehingga
bukan oranglah yang menjadi pemandu jalannya pemerintahan, melainkan
kesepakatan dalam sidang.
Menurut pasal 5 dan 6
Konstitusi KBMFH, ada 3 macam sidang di KBMFH :
1.
Sidang
Biasa : Berfungsi untuk pendiskusian, kritik-otokritik, evaluasi dan kontrol
terhadap BEM, UKM, Angkatan, dan mahasiswa yang tidak mewakili UKM dan tidak
mewakili angkatan. Dalam sidang ini, dibahas mengenai apa saja
kemajuan-kemajuan masing-masing unsur KBMFH, apa saja problem-problem yang
terjadi maupun yang akan terjadi, juga membahas kebutuhan-kebutuhan KBMFH.
Sidang ini dilaksanakan rutin 3 bulan sekali.
2.
Sidang
Luarbiasa : Berfungsi untuk mengambil keputusan yang dianggap perlu pada
tingkatan KBMFH di luar sidang biasa. Semisal ada peristiwa atau masalah yang
timbul, yang harus segera dipecahkan solusinya, maka sidang luarbiasa berfungsi
untuk memfasilitasi hal tersebut.
3.
Sidang
Istimewa : Berfungsi untuk mengubah dan/atau menetapkan Konstitusi KBMFH,
memberhentikan Ketua dan Sekjen BEM-FH, dan membentuk panitia Pemilihan Umum
Raya. Sidang ini hanya bisa berlangsung, dengan mendapat dukungan milimal dari
2/3 UKM, perwakilan 4 angkatan, dan 10 orang unsur mahasiswa.
KBMFH yang terdiri dari organisasi BEM, UKM, Angkatan dan mahasiswa
non-UKM dan non-angkatan itu terfasilitasi oleh sidang-sidang yang seharusnya rutin diselenggarakan.
Sidang-sidang inilah yang sebenarnya menjaga denyut nadi demokrasi
di kampus itu ditegakkan. Melalui sidang-sidang yang seharusnya rutin
diselenggarakan inilah, mahasiswa (KBMFH) dapat berpartisipasi dan mengkritisi
jalannya pemerintahan a la mahasiswa.
Penutup
Mahasiswa bukan lagi sekedar siswa,
yang masih labil, bimbang, dan galau. Ketika sudah menjadi mahasiswa, sudah
bukan saatnya lagi harus dituntun dan dimanja seperti anak kecil supaya bisa
berkembang. Karena mahasiswa memiliki independensi dan kebebasan, keberanian
dan rasa ingin tahu, serta intelektualitas. Jadikan KBMFH dan kampus ini
sebagai panggungmu berkreasi, lapanganmu bermain, arenamu bertempur, mimbarmu
berargumentasi, dan wadahmu bersolidaritas. Salam
Mahasiswa !
Referensi
Soehino, 1996, Ilmu Negara, Yogyakarta : Liberty.
Suharsih dan Mahendra,
Ignatius, 2007, Bergerak Bersama Rakyat, Yogyakarta
: Resist Book.
Media Mahasiswa Pro
Justitia, Konstitusi KBMFH, Sebuah Kisah,
Urgensi, dan Amandemen http://www.lpm-projustitia.com/2012/09/konstitusi-kbmfh-sebuah-kisah-urgensi.html
, diakses pada 26 Agustus 2014 pukul 12:56
[1] Ketua
Panitia Perumus Amandemen Konstitusi KBMFH dan AD/ART BEM-FH (2014-sekarang),
Pemimpin Redaksi LPM Pro Justitia, dan Kepala Departemen Pendidikan &
Propaganda Front Mahasiswa Nasional (FMN) Purwokerto. Berkicau di twitterland
dengan akun @panjimulki
[2] Soehino,
Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta,
1996, hlm 25.
[3] Mahasiswa
Unsoed sendiri turut berjasa dalam menggulingkan Orde Baru. Bahkan bentrokan
yang terjadi ketika gelombang protes yang terjadi ini, menimbulkan korban yang
cukup parah. Dimana 65 mahasiswa terluka, 28 dilarikan ke rumah sakit, akibat
peluru karet dan pentungan. Selain itu, 9 mahasiswa juga hilang akibat
peristiwa ini. Bentrokan terjadi ketika para mahasiswa mulai berjalan secara
damai ke gedung DPRD, namun dijawab dengan pentungan, peluru, dan gas air mata
oleh aparat. Selengkapnya baca : Suharsih dan Ign Mahendra, Bergerak Bersama Rakyat : Sejarah Gerakan
Mahasiswa dan Perubahan Sosial di Indonesia, Resist Book, Yogyakarta 2007,
hlm 125
[4] http://www.lpm-projustitia.com/2012/09/konstitusi-kbmfh-sebuah-kisah-urgensi.html
, diakses pada 26 Agustus 2014 pukul 12:56
[5] Ibid
[6] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar