Rabu, 27 Agustus 2014

Sekilas Tentang KBMFH

Oleh : Panji Mulkillah Ahmad[1]

Pengantar
Di kampus, kita akan menemui banyak organisasi. Mulai dari lembaga pemerintahan mahasiswa, UKM, ormas, maupun komunitas. Kegemaran berorganisasi di kampus merupakan wujud nyata dari kebenaran teori Aristoteles, bahwa manusia adalah zoon politicon[2], manusia adalah binatang yang berpolitik. Ya, berpolitik, sebagaimana kita ketahui bahwa politik adalah cara mencapai tujuan masyarakat. Keberagaman dan adanya kesamaan politik atau kepentingan inilah yang menyebabkan manusia berorganisasi, termasuk mahasiswa. Melalui berorganisasilah, mahasiswa dapat mencapai tujuannya, menuangkan ide-idenya, memperuncing nalar kritisnya, memperoleh jaringan atau akses, dan memperjuangkan aspirasinya.
Banyak yang bilang, kampus adalah miniatur negara. Seperti dalam kehidupan bernegara, di kampus, kita bisa berperan sebagai rakyat jelata, maupun berperan sebagai anggota pemerintahan mahasiswa. Seperti dalam kehidupan bernegara pula, kita memilih pemimipin melalui pemilihan umum, memutuskan kebijakan melalui lembaga dan sidang-sidang. Seperti dalam kehidupan bernegara pula, kita bisa mengajukan protes terhadap suatu penyimpangan atau kebijakan yang tidak sesuai. Nah, di Fakultas Hukum alias Kampus Merah kita ini, miniatur negara tempat kita nanti bermasyarakat bernama Keluarga Besar Mahasiswa Fakultas Hukum Unsoed (KBMFH).
Melalui miniatur negara bernama KBMFH inilah, masa depan generasi negeri ini akan tercermin. Jika kampus itu sendiri ialah miniatur negara, maka mahasiswanya ialah bibit-bibit pemimpin. Buktinya, adalah sebuah kenyataan bahwa pemimpin negara kita sedari dahulu, pastilah pada masa mudanya aktif dalam organisasi. Dari kampus lah, nilai-nilai kritis, perspektif dan teori yang maju, dan kebudayaan yang progresif akan ditanam dan dirawat. Ibarat tanaman, selama 4 sampai 5 tahun di kampus inilah kita menanam dan merawat, sampai nanti ketika kita lulus kita akan memetik buahnya.

Sejarah KBMFH
            Atmosfer tergulingnya rezim orde baru Soeharto pada 1998, terbawa sampai ke kampus kita. Kondisi mahasiswa pada waktu itu yang terkungkung oleh rezim yang fasis, kemudian berbalik 180 derajat. Tadinya di kalangan ialah hal yang tabu, membicarakan politik, negara, penyelewengan hukum yang dilakukan pejabat. Lalu reformasi membawa angin segar berupa kebebasan berpikir, berpendapat, dan berorganisasi. Perjuangan kawan-kawan mahasiswa dalam menggulingkan Soeharto mulai dari yang diibukota sampai yang ada di daerah, termasuk di Purwokerto[3], berhasil mencetak sejarah.
            Mahasiswa menjadi makin aktif dalam berpartisipasi dalam organisasi di kampus. Pada waktu itu ada dua lembaga pemerintahan mahasiswa di FH. Yang pertama ialah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan yang kedua ialah Dewan Mahasiswa (DEMA). BEM bertindak sebagai pelaksana atau eksekutif, sedangkan DEMA bertindak sebagai perumus peraturan atau legislatif, yang juga sekaligus bertugas mengawasi jalannya BEM.
Terbentuknya DEMA dan BEM ini ternyata malah justru menimbulkan permasalahan baru. Konflik antara DEMA dengan BEM, seringkali terjadi. DEMA sebagai lembaga perwakilan sering di tuding provokatif, over acting dan terlalu mencampuri urusan BEM dalam menjalankan roda pemerintahan mahasiswa. Sementara BEM seringkali dituding sebagai kepanjangan tangan birokrat kampus (dekanat dan rektorat)[4].
Permasalahan kemahasiswaan dan kelembagaan tersebut terjadi, karena belum ada aturan baku dan tertulis bagaimana seharusnya aturan main dalam sebuah entitas yang bernama mahasiswa. Karena bagaimanapun dalam sebuah kampus yang heterogen dan kemudian tercipta banyak lembaga (UKM, angkatan dsb) pastilah dibutuhkan sebuah aturan dasar, aturan main yang jelas, mengatur mengenai kelembagaan mahasiswa. Pemikiran inilah yang diambil dan disepakati untuk direalisasikan bahwa Mahasiswa FH Unsoed perlu sebuah aturan dasar, aturan main yang jelas dalam kelembagaan mahasiswa[5].
Hingga akhirnya terjadi Sidang Akbar Mahasiswa FH Unsoed tanggal 10 November 2001 (dilaksanakan di lapangan tengah kampus, kuliah diliburkan dan diikuti oleh sebagian besar Mahasiswa FH Unsoed) direkomendasikanlah agar segera dibentuk Konstitusi Mahasiswa FH Unsoed sebagai dasar aturan kelembagaan mahasiswa FH Unsoed.
Atas amanat Sidang Akbar 10 November 2001, dibentuklah Presidium Transisi Mahasiswa untuk menggantikan sementara BEM dan DEMA yang telah lama vakum. Presidium Transisi Mahasiswa kemudian menyelenggarakan sidang demi sidang yang diikuti oleh berbagai elemen mahasiswa FH Unsoed. Hingga pada akhirnya disepakati bahwa hanya ada satu lembaga kemahasiswaan sebagai alat perjuangan mahasiswa FH Unsoed dan disepakati bahwa nama lembaga kemahasiswaan tersebut adalah BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) yang kemudian aturan-aturan dasarnya harus diatur dalam Konstitusi Keluarga Besar Mahasiswa FH Unsoed. Lembaga inilah yang oleh mahasiswa dijadikan alat untuk memahami kebutuhan mahasiswa, memperjuangkan kebutuhan mahasiswa, dan mengorganisasikan mahasiswa. Lembaga inilah yang menjaga mahasiswa di FH supaya tetap solid sehingga bisa memiliki barganing position terhadap birokrat kampus, supaya bisa dilibatkan dalam pengambilan kebijakan yang berkenaan dengan mahasiswa. Adapun Konstitusi KBMFH itu sendiri, disahkan pada 8 Maret 2003[6].

Model Pemerintahan di KBMFH
KBMFH terdiri dari beberapa elemen seperti BEM, UKM, Angkatan, dan mahasiswa yang tidak mewakili UKM dan tidak mewakili angkatan. Sistem demokrasi yang diterapkan dalam KBMFH ialah demokrasi langsung, yang dilaksanakan berdasarkan konstitusi dan sidang-sidang. Artinya, di KBMFH tidak ada lembaga perwakilan, karena mahasiswa itu sendiri bisa langsung mengajukan aspirasinya dengan menghadiri sidang-sidang. Sehingga bukan oranglah yang menjadi pemandu jalannya pemerintahan, melainkan kesepakatan dalam sidang.
Menurut pasal 5 dan 6 Konstitusi KBMFH, ada 3 macam sidang di KBMFH :
1.    Sidang Biasa : Berfungsi untuk pendiskusian, kritik-otokritik, evaluasi dan kontrol terhadap BEM, UKM, Angkatan, dan mahasiswa yang tidak mewakili UKM dan tidak mewakili angkatan. Dalam sidang ini, dibahas mengenai apa saja kemajuan-kemajuan masing-masing unsur KBMFH, apa saja problem-problem yang terjadi maupun yang akan terjadi, juga membahas kebutuhan-kebutuhan KBMFH. Sidang ini dilaksanakan rutin 3 bulan sekali.
2.    Sidang Luarbiasa : Berfungsi untuk mengambil keputusan yang dianggap perlu pada tingkatan KBMFH di luar sidang biasa. Semisal ada peristiwa atau masalah yang timbul, yang harus segera dipecahkan solusinya, maka sidang luarbiasa berfungsi untuk memfasilitasi hal tersebut.
3.    Sidang Istimewa : Berfungsi untuk mengubah dan/atau menetapkan Konstitusi KBMFH, memberhentikan Ketua dan Sekjen BEM-FH, dan membentuk panitia Pemilihan Umum Raya. Sidang ini hanya bisa berlangsung, dengan mendapat dukungan milimal dari 2/3 UKM, perwakilan 4 angkatan, dan 10 orang unsur mahasiswa.
KBMFH yang terdiri dari organisasi BEM, UKM, Angkatan dan mahasiswa non-UKM dan non-angkatan itu terfasilitasi oleh sidang-sidang yang seharusnya rutin diselenggarakan. Sidang-sidang inilah yang sebenarnya menjaga denyut nadi demokrasi di kampus itu ditegakkan. Melalui sidang-sidang yang seharusnya rutin diselenggarakan inilah, mahasiswa (KBMFH) dapat berpartisipasi dan mengkritisi jalannya pemerintahan a la mahasiswa.

Penutup
            Mahasiswa bukan lagi sekedar siswa, yang masih labil, bimbang, dan galau. Ketika sudah menjadi mahasiswa, sudah bukan saatnya lagi harus dituntun dan dimanja seperti anak kecil supaya bisa berkembang. Karena mahasiswa memiliki independensi dan kebebasan, keberanian dan rasa ingin tahu, serta intelektualitas. Jadikan KBMFH dan kampus ini sebagai panggungmu berkreasi, lapanganmu bermain, arenamu bertempur, mimbarmu berargumentasi, dan wadahmu bersolidaritas. Salam Mahasiswa !

Referensi
Soehino, 1996, Ilmu Negara, Yogyakarta : Liberty.
Suharsih dan Mahendra, Ignatius, 2007, Bergerak Bersama Rakyat, Yogyakarta : Resist Book.
Media Mahasiswa Pro Justitia, Konstitusi KBMFH, Sebuah Kisah, Urgensi, dan Amandemen http://www.lpm-projustitia.com/2012/09/konstitusi-kbmfh-sebuah-kisah-urgensi.html , diakses pada 26 Agustus 2014 pukul 12:56



[1] Ketua Panitia Perumus Amandemen Konstitusi KBMFH dan AD/ART BEM-FH (2014-sekarang), Pemimpin Redaksi LPM Pro Justitia, dan Kepala Departemen Pendidikan & Propaganda Front Mahasiswa Nasional (FMN) Purwokerto. Berkicau di twitterland dengan akun @panjimulki
[2] Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 1996, hlm 25.
[3] Mahasiswa Unsoed sendiri turut berjasa dalam menggulingkan Orde Baru. Bahkan bentrokan yang terjadi ketika gelombang protes yang terjadi ini, menimbulkan korban yang cukup parah. Dimana 65 mahasiswa terluka, 28 dilarikan ke rumah sakit, akibat peluru karet dan pentungan. Selain itu, 9 mahasiswa juga hilang akibat peristiwa ini. Bentrokan terjadi ketika para mahasiswa mulai berjalan secara damai ke gedung DPRD, namun dijawab dengan pentungan, peluru, dan gas air mata oleh aparat. Selengkapnya baca : Suharsih dan Ign Mahendra, Bergerak Bersama Rakyat : Sejarah Gerakan Mahasiswa dan Perubahan Sosial di Indonesia, Resist Book, Yogyakarta 2007, hlm 125
[4] http://www.lpm-projustitia.com/2012/09/konstitusi-kbmfh-sebuah-kisah-urgensi.html , diakses pada 26 Agustus 2014 pukul 12:56
[5] Ibid
[6] Ibid

Sabtu, 02 Agustus 2014

I'm Trying to Protect a Trees








       Ini adalah cuplikan dari film dokumenter "If a Tree Falls". Jujur, saya sempat menangis beberapa detik dalam adegan ini. Earth Liberation Front (ELF), sebuah organisasi environmentalis, sedang mengemuka pada waktu tahun 90-an di Amerika. Publik kota Eugene menyambut dengan meriah terhadap gerakan perlindungan dan pecinta alam ini. Ketika ELF terus menerus melancarkan serangan demi serangan terhadap para pengeruk dan perusak alam, publik di Eugene juga terus mengkampanyekan pentingnya melindungi planet ini dari kerakusan kapitalis.
       Kombinasi eco-sabotage ala ELF dan non-violence protest ala publik kota Eugene, membikin takut para kapitalis. Seperti yang telah kita ketahui, kapitalis akan melepas anjing-anjing liarnya, berupa aparatus negara seperti polisi, pentungan, tembakan, dan gas, demi menjaga kepentingan kapitalis untuk terus mengeruk profit melalui pengerukan dan perusakan alam.
       Di situ saya sorot satu adegan, dimana ada dua orang gadis yang menjadi peserta aksi, disemprot matanya oleh polisi dengan merica supaya mereka mau melepaskan barikade mereka, dan pergi dari lokasi aksi. Namun gadis itu tetap teguh dengan perjuangannya. "I'm trying to protect a trees." Kalau kamu menonton film ini, kamu juga akan mendengar jeritan demi jeritan, rintih sakit si gadis. "Please don't hurt me", "Non-violence protester shouldn't do a violence", dan "I love you."
       Recommended banget deh buat kamu yang suka dengan environmentalisme, untuk menonton film ini.

Anda Pengunjung ke