Selasa, 14 Agustus 2012

Kritis Tak Lagi Keren Bila Dangkal



         Kampus Unsoed sedang dilanda demam Uang Kuliah Tunggal (UKT). Terutama aktivis, tiada hentinya membicarakan sistem pembayaran uang kuliah baru itu. Kebanyakan dari mereka tidak setuju dengan UKT. Dengan berbagai macam alasan untuk memperkuat dalilnya. Dari yang rasionil sampai yang irrasionil. Dari yang keren sampai yang konyol. Bagiku tak mengapa UKT dikritik, toh namanya juga sistem baru, pasti banyak cacat sana sini. Sistem baru kan bukan berarti lebih baik dari sebelumnya, barangkali sistem baru ternyata lebih menindas. Siapa tau kalau tidak diteliti?
         Langsung saja ya, sebenarnya saya barusan baru saja membaca sebuah tulisan seorang aktivis mahasiswa Unsoed. Dengan lantangnya ia menolak UKT. Saya salut dengan sikapnya. Rasa salut saya berbanding terbalik dengan alasan dia menolak UKT. Yaitu "kuliah jadi dituntut cepat lulus", dan "membandingkan dengan zaman dahulu".
        Adakah yang salah dengan cepat lulus kuliah? Adakalanya orang-orang yang sok mengaku aktivis kerap mempermasalahkan ini. Mereka berburuk sangka bahwa dengan lulus cepat, maka meredam aktivitas mereka di kampus. Juga mengkait-kaitkan dengan pragmatisme pasca wisuda, yakni dikhawatirkan lulus cepat nantinya hanya berorientasi pada kerja. Ditambah lagi mereka membanding-bandingkan dengan orang-orang yang kuliah zaman dahulu, yang mana lulus 7-10 tahun sudah biasa. Mereka pikir orang yang lulusnya lama itu keren, karena biasanya aktivis.

        Lucu ketika makin kesini makin sering kudengar mahasiswa yang notabene ingin dibilang akitivis, makin menganut ajaran sesat yang demikian. Menurutku, mahasiswa yang demikian tak ubahnya mahasiswa penakut, egois, dan konservatif.
        Penakut, karena mereka merasa nyaman menjadi aktivis kampus. Setelah lulus nanti mereka khawatir tidak lagi bisa melakukan apa yang mereka biasanya lakukan ketika masih mahasiswa. Khawatir setelah lulus mereka nantinya menjadi seorang pekerja, sebagaimana yang sering mereka olok-olok kepada mahasiswa biasa itu. Padahal pasca wisuda, masih banyak tantangan yang bahkan lebih sulit ketimbang saat masih menjadi aktivis mahasiswa.
         Egois, karena mereka ingin berlama-lama kuliah bahkan bercita-cita seperti orang zaman dahulu yakni 7-10 tahun. Padahal kita ketahui fasilitas kampus - khususnya universitas negeri - dibiayai sebagian besar oleh APBN, tidak semua mahasiswa yang membiayai. Ada uang rakyat disitu. Maka sudah seharusnya fasilitas yang juga ditopang uang rakyat, turut dinikmati oleh rakyat lainnya yang hendak menjadi mahasiswa. Gantian dong. Kalau kuliahnya terlalu lama, nanti kasihan banyak kursi yang justru diisi orang-orang tua. Yang padahal animo masyarakat untuk bisa duduk mengenyam bangku kuliah sangatlah tinggi.
        Konservatif, karena masih termakan faham-faham lama, yakni masih mengkultuskan sistem zaman dahulu. Mau dibilang idealis, tapi malah terlihat sok. Akhirnya cuma jadi hal yang utopis. Berangan-angan ingin merubah paradigma bahwa kuliah 7-10 tahun itu biasa, tapi padahal ingin cepat lulus juga. Padahal dahulu itu kenapa orang kuliah bisa 7-10 tahun karena memang sistemnya dipersulit. Dosen yang ada notabene mengajar dengan sistem menditke. Bila hendak menempuh mata kuliah selanjutnya, maka mata kuliah sebelumnya harus lulus, bila tidak maka harus diulang lagi sampai lulus. Lain hal dengan sekarang, dosennya sudah mulai menunjukkan variasi metode pembelajaran, tidak melulu mendikte. Paradigma kuliah pun sudah berubah, bahwa yang ada dalam perkuliahan hanyalah 30% dari ilmu yang ada, sementara sisanya adalah dimana mahasiswa harus kreatif mencari sendiri.
        Mahasiswa memang harus kritis, tapi bukan berarti tanpa bekal. Karena bila demikian yang ada menjadi dangkal. Mahasiswa seharusnya mampu melihat pemikiran secara obyektif. Tidak selamanya yang dikultuskan itu selalu benar. Kalau sudah begini, makin nyata bahwa kritik yang demikian tidak mampu mengkoreksi UKT. Karena kritiknya tidak berkualitas.
        Akhirnya tulisan ini makin lama tidak membicarakan UKT, tapi malah membicarakan paradigma sesat yang saya paparkan diatas. Biarin tidak nyambung, yang penting kamu bisa sadar.

Anda Pengunjung ke